script> var message="Hayo...! Mau copas ya? Boleh, tapi cantumkan sumber!"; /////////////////////////////////// function clickIE4(){if (event.button==2){alert(message);return false;}} function clickNS4(e){if (document.layers||document.getElementById&&!document.all){if (e.which==2||e.which==3){alert(message);return false;}}} if (document.layers){document.captureEvents(Event.MOUSEDOWN);document.onmousedown=clickNS4;} else if (document.all&&!document.getElementById){document.onmousedown=clickIE4;} document.oncontextmenu=new Function("alert(message);return false")

Jumat, 07 April 2017

Format LAporan Observasi Magister Psikologi Sains

Format LaporanObservasi
Magister SainsPsikologi
Mengobservasi Perilaku Agresif  pada Siswa-siswi Kelas 3 (Special Need Students) SDN Kemayoran II Surabaya
Bab I
Perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah jika tidak segera ditangani, di samping dapat menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas. Dalam pandangan yang optimis, perilaku agesif bukan suatu perilaku yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia (not innately given), tetapi merupakan perilaku yang terbentuk melalui pengalaman dan pendidikan. Dengan demikian, siswa yang mempunyai perilaku agresif, melalui pengalaman dan pendidikan perilakunya dapat diubah menjadi perilaku yang lebih positif. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa munculnya perilaku agresif terkait dengan rendahnya keterampilan sosial anak, di samping itu juga terkait dengan rendahnya kemampuan anak dalam mengatur/ mengelola emosinya. Dengan demikian, melalui pembelajaran keterampilan sosial dan emosional, perilaku agresif siswa di sekolah diharapkan dapat direduksi.
1.1  Permasalahan
Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan bersama - sama dengan peserta didik pada umumnya ( UU Nomor 70 tahun 2009).
Anak berkebutuhan khusus ( ABK) adalah semua anak yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan / atau sosial berhak memperoleh pendidikaan atau penyimpangan bersifat fisik  dan memilki kecerdasan istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus ( UU No: 20/2003 Pasal 6 ayat 2 dan ayat 4). Anak berkebutuhan khusus terdiri dari :
1.       Tunanetra
2.       Tunarungu dan/atau wicara
3.       Tunagrahita (ringan, sedang, berat)
4.       Tunadaksa (ringan, sedang, berat)
5.       Tunalaras
6.       Gifted & talented (Berbakat)
7.       Kesulitan Belajar
8.       Lamban Belajar
9.       Autistik
10.   Penyakit kronis/HIV/AID, dll.
Siswa Kelas 3 SDN KEmayoran II/25 Surabaya terdiri dari 3 anak Down Syndrom, 1 Anak lambat belajar dan 1 satu anak Slow learner dan hiperaktif dan 1 anak autis.Setiap hari anak yang perilakunya membahayakan anak atau orang lain. Misalnya, menusukkan pensil yang runcing ke tangan temannya, mengayun-ayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya, menjatuhkan teman yang sedang duduk, memukul teman tanpa alasan, marah – marah kepada teman, membanting kursi dan  ada juga anak yang selalu memaksa temannya untuk melakukan sesuatu yang ia inginkan.Perilaku demikian dikenal dengan sebutan perilaku agresif.

Sekolah, seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, tempat yang aman dan sehat, tempat di mana para siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki dengan sepenuhnya. Namun, masuk ke dalam lingkungan sekolah bagi seorang siswa ternyata tidak selalu menyenangkan, mungkin malah sebaliknya bisa membuat mereka stress, cemas dan takut. Bayangan akan terjadinya tindak kekerasan saat memasuki lingkungan sekolah sering menghantui siswa.

1.2  Kenapamemilih topic tersebut
Sekolah, seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan, tempat yang aman dan sehat, tempat di mana para siswa dapat mengembangkan berbagai potensi yang mereka miliki dengan sepenuhnya. Namun, masuk ke dalam lingkungan sekolah bagi seorang siswa ternyata tidak selalu menyenangkan, mungkin malah sebaliknya bisa membuat mereka stress, cemas dan takut. Bayangan akan terjadinya tindak kekerasan saat memasuki lingkungan sekolah sering menghantui siswa.
Dampak utama dari perilaku agresif ini adalah anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan teman-temannya. Keadaan ini menciptakan keadaan setan, semakin anak tidak diterima oleh teman-temannya maka makin menjadilah perilaku agresif yang ditampilkannya.
          Harus dibedakan perilaku agresif yang sifatnya situasional dengan perilaku agresif yang merupakan respons dari keadaan frustasi, takut, atau marah dengan cara mencoba menyakiti orang lain.


1.3  Adalahlandasan (singkat) danjurnalpendukung
Sehubungan dengan perilaku agresif siswa di sekolah, Wilson, et al. (2003: 136) menyatakan: “These behaviors, even when not overtly violent, may inhibit learning and create interpersonal problems for those involved”. Selanjutnya, dengan mengutip pendapat Goldstein, Harootunian, & Conoley, (1994), Wilson, et al. (2003) menyatakan: “In addition, minor forms of aggressive behavior can escalate, and schools that do not effectively counteract this progression may create an environment in which violence is normatively acceptable”. Dengan demikian, jika perilaku agresif yang terjadi di lingkungan sekolah tidak segera ditangani, di samping dapat menggangu proses pembelajaran, juga akan menyebabkan siswa cenderung untuk beradaptasi pada kebiasaan buruk tersebut. Semakin sering siswa dihadapkan pada perilaku agresif, siswa akan semakin terbiasa dengan situasi buruk tersebut, kemampuan siswa untuk beradaptasi dengan perilaku agresif akan semakin tinggi, dan akan berkembang pada persepsi siswa bahwa perbuatan agresif merupakan perbuatan biasa-biasa saja, apalagi jika keadaan ini diperkuat dengan perilaku sejumlah guru yang cenderung agresif pula ketika menghadapi murid-muridnya. Situasi demikian akan membentuk siswa untuk meniru dan berperilaku agresif pula, sehingga perilaku agresif siswa di sekolah dianggap biasa dan akan semakin meluas.
C. Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif
Masing-masing ahli berbeda-beda dalam menggolongkan bentuk-bentuk perilaku agresif, ada yang menggolongkan bentuk perilaku agresif ke dalam bentuk fisik dan bentuk mental (misalnya Berkowitz, 2003), ada yang membaginya ke dalam bentuk perilaku agresif langsung dan perilaku agresif tidak langsung (misalnya Wilson, 2003). Sementara itu, Persson menggolongkan perilaku agresif ke dalam empat bentuk sebagaimana yang ia nyatakan sebagai berikut: “The form of the aggressive behaviour could be (1) physical; (2) verbal; (3) social/relational; or (4) manifested as grabbing or destruction of peers’ objects” (Persson 2005: 84).

Dalam tulisan ini, perilaku agresif digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu fisik dan mental, dengan masing-masing contohnya sebagai berikut:

- Perilaku agresif secara fisik, contohnya:
Mendorong, Menarik, Memukul, Menendang, Mengguncang, Melempar, Mencubit, Mencakar, Mencekik , Menarik rambut, dll.

- Perilaku agresif secara mental, conyohnya:
Mengancaman, Melotot, Mengolok-olok, Mengejek, Mengata-ngatai, Membentak, Meneriaki, Mengasingkan, Menyebarkan rumor , dll.

D. Penyebab Perilaku agresif
Topik-topik di dalam kajian bidang psikologi dapat ditinjau melalui berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Perbedaan sudut pandang tersebut tergantung pada teori masing-masing yang mendasarinya.

Khusus mengenai perilaku agresif, misalnya, mereka yang menggunakan perspektif biologi (biological perspective) akan memperhatikan bagaimana hormon, temperamen, otak dan nervous system berdampak pada perilaku agresif. Sementara mereka yang menekankan perspektif tingkah laku (behavioral perspective) akan memperhatikan bagaimana variabel-variabel lingkungan dapat menguatkan tindakan-tindakan agresif. Adapun menurut pandangan psikoanalisa, perilaku agresif manusia sebagian besar didorong oleh sifat bawaan manusia yang destruktif, yang oleh Freud dinamakan thanatos, atau insting kematian. Dari sudut pandang ethologi (ilmu tentang perilaku hewan), agresi adalah insting berkelahi dalam rangka mempertahankan hidup dari ancaman spesies lain. Sementara itu, teori frustrasi berpandangan bahwa setiap perilaku manusia memiliki tujuan tertentu, jika seseorang gagal dalam mencapai tujuannya maka akan timbul perasaan frustrasi, selanjutnya, keadaan frustrasi akan dapat menimbulkan agresi, dan intensitas frustrasi yang ter-gantung pada besarnya ambisi individu dalam mencapai tujuan, banyaknya penghalang, dan berapa banyak frustrasi yang pernah dialami sebelumnya.

Teori-teori perilaku agresif yang telah dikemukakan di atas sebagian besar merupakan “pandangan yang pesimis” terhadap kemungkinan dapat diubahnya perilaku agresif menjadi perilaku yang positif. Sebagai seorang yang bergelut di dunia pendidikan, penulis lebih tertarik dengan “pandangan yang lebih optimis” terhadap kemungkinan dapat diubahnya perilaku agresif.




Bab II
Teori
Para ahli teori belajar sosial (Social Learning Theory) memberikan sumbangan yang lebih optimis mengenai kejadian perilaku agresif. Dalam pandangannya Bandura, Dorothea Ross dan Sheila Ross (1961), perilaku agresif merupakan perilaku yang dipelajari, baik melalui observasi maupun melalui pengalaman langsung, bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia (not innately given). Bandura berpendapat bahwa perilaku agresif timbul karena adanya pengalaman observasi terhadap model yang terjadi tanpa disadari (modelling atau imitasi). Perilaku akan ditiru bila; 1) orang yang ditiru dikagumi dan 2) meniru menimbulkan perasaan bangga (me-nimbulkan penguatan emosional). Oleh karena itu, untuk memahami sumber-sumber perilaku agresif dapat dimulai dengan mempelajari kondisi-kondisi di luar diri individu ketimbang memperhatikan faktor individu itu sendiri.

Pendekatan Bandura adalah suatu perluasan dari behaviorisme yang pada dasarnya memandang perilaku manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman hidup mereka, perilaku manusia terbentuk oleh ganjaran dan hukuman-hukuman yang dialaminya setiap hari. Bandura mencoba mengembangkan konsep-konsep yang digunakan pada operant dan classical cond-tioning untuk menjelaskan perilaku sosial manusia yang kompleks. Konsep utamanya adalah penguatan dan imitasi. Dalam memandang perilaku agresif, Bandura menyatakan bahwa jika anak-anak menjadi saksi yang pasif pada sebuah tayangan yang agresif, mereka akan meniru perilaku agresif tersebut jika ketika diberi kesempatan (Bandura, Dorothea Ross dan Sheila Ross, 1961).

Proses sosialisasi, yaitu transfer nilai dan norma dari orangtua ke anak, berpengaruh secara langsung pada perilaku anak. Tujuan utama dari proses sosialisasi orangtua dan anak adalah menumbuhkan kepatuhan atau kesediaan mengikuti keinginan atau peraturan tertentu. Anak akan melakukan keinginan orangtua bila ada kelekatan yang aman di antara mereka. Tujuan kedua proses sosialisasi adalah menumbuhkan self regulation (pengaturan diri), yaitu kemampuan mengatur perilakunya sendiri tanpa perlu diingatkan dan diawasi oleh orangtua. Dengan adanya self regulation ini, anak akan mengetahui dan memahami perilaku seperti apa yang dapat diterima oleh orangtua dan lingkungannya (Hetherington & Parke, 1999).

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya mempengaruhi perilaku anak adalah pola asuh orangtua. Menurut Baumrind, Maccoby dan Martin (dalam Hetherington & Parke, 1999). Pola asuh orangtua yang permisif dan tidak mau terlibat berhubungan dengan karakteristik anak yang impulsif, agresif dan memiliki keterampilan sosial yang rendah. Sedangkan anak yang orangtuanya otoriter cenderung menunjukkan dua kemungkinan, berperilaku agresif atau menarik diri. Hal ini sejalan dengan penelitian Chamberlain, dkk (dalam Yanti, 2005) yang menyebutkan bahwa pola asuh orangtua yang berhubungan dengan gangguan perilaku pada anak adalah penerapan disiplin yang keras dan tidak konsisten, pengawasan yang lemah, ketidakterlibatan orangtua, dan penerapan disiplin yang kaku.

Di sisi lain, lingkungan di luar keluarga yang cukup berperan bagi perkembangan perilaku anak adalah teman sebaya, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Anak-anak yang ditolak dan memiliki kualitas hubungan yang rendah dengan teman sebaya cenderung menjadikan agresivitas sebagai strategi berinteraksi (Dishion, French & Patterson, 1995 dalam Yanti, 2005). Sementara, anak-anak yang agresif dan memiliki perilaku antisosial akan ditolak oleh teman sebaya dan lingkungannya sehingga mereka memilih bergabung dengan teman sebaya yang memiliki perilaku sama seperti mereka, yang justru akan memperparah perilaku mereka (Jimerson, dkk., 2002).

Sehubungan dengan pandangan-pandangan di atas yang menyiratkan bahwa perilaku agresif bukan sesuatu yang dengan sendirinya ada di dalam diri manusia, tetapi merupakan perilaku yang terbentuk melalui pengalaman dan pendidikan, maka tulisan berikut lebih berorientasi pada pandangan-pandangan tersebut, di mana aplikasinya dapat digunakan dalam dunia pendidikan yang juga berpendapat bahwa pendidikan dan pengalaman akan dapat membentuk perilaku seseorang.





BAB III
KONSEP OBSERVASI

1.       What :
Mengobservasi Perilaku Agresif
2.       Why :
Untuk mengetahui gambaran perilaku agresif siswa kelas  kelas 3 SDN KEmyaoran II Surabaya
3.       Where :
Tempat observasi di SDN Kemayoran 2 Surabaya
4.       When :
Pertama : Senin 24 Oktober 2016
Kedua    : Selasa 25 Oktober 016
5.       Who :
Siswa-siswi Kelas3 SDN Kemayoran 2 Surabaya
6.       How :
Cara melakukan observasi :
1.      Mencari teori dan menemukan indikatornya terlebih dahulu, kemudian membuat point-point variable perilaku yang harus diamati, selanjutnya terjun ke lapangan untuk melakukan pengamatan nonpartisipatif.
2.      Pengamatan dilakukan pada satu kelas dengan waktu
3.      Dibantu dengan foto untuk mengetahui  situasi kelas, agar proses observasi lebih detile.
4.      Sembari itu observer melakukan pencatatan point-point yang berhubungan dengan tujuan observasi dengan cara Jotted notes yang diisikan pada table checklist serta keterangan penjelasan disampingnya
5.      Setelah dari lapangan observer akan mengamati kembali hasil foto - foto dan kemudian di catat secara full fieldnotes.

3.2 Indikatoramatan
Berkowitz et al. (dalam Wiwid Kurniawati, 2010: 6) mengelompokkan
agresivitas dalam tiga jenis yaitu:
a. Agresif fisik yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang
secara fisik seperti memukul dan menendang.
b. Agresif verbal yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang
c. Agresif pasif yaitu perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang
tidak secara fisik dan verbal misal menolak bicara , bungkam, dan tidak peduli

Kisi-Kisi Pedoman Observasi Tingkah Laku Agresif Anak:

No
Indikator
Sub Indikator
1
Agresivitas fisik
a. Anak memukul


b. Anak mendorong


c. Anak berkelahi


d. Anak merusak barang


e. Anak mencubit
2
Agresivitas verbal
a. Anak mencaci dan memaki


b. Anak menghina/mengejek


c. Anak berkata kotor


d. Anak mengancam
3
Agresivitas pasif
a. Menolak bicara


b. Bungkam


c. Tidak perduli



Tabel  1 Observasi Pertama “Jotted Notes : Observasi perlaku Assertive pada siswa-siswi Kelas 3
Mata Pelajaran PPKN     Nama Guru  N  Tanggal 3 November 2016
cc
Indikator
Sub Indikator
Nama Siswa
1(r)
2(n0)
3(v)
4(f)
5(p)
6(na)
1
Agresivitas fisik
a. Anak memukul
5
2
4
0
1
0


b. Anak mendorong
4
1
4
0
1
0


c. Anak berkelahi
4
1
1
0
1
0


d. Anak merusak barang
5

5
0
1
0


e. Anak mencubit
3
1
1
0
1
0
2
Agresivitas verbal
a. Anak mencaci dan memaki
4
5
1
0
1
0


b. Anak menghina/mengejek
1
3
1
0
0
0


c. Anak berkata kotor
5
2
1
0
1
0


d. Anak mengancam
2

1
0
0
0
3
Agresivitas pasif
a. Menolak bicara
4
2
4
1
0
0


b. Bungkam
5
1
1
1
0
0


c. Tidak perduli
5
1
5
1
1
0
Jumlah Total
41
19
25
2
8
0



Bab IV
4.1 Hasilamatan
Pembahasan Proses Observasi :
Sebelum melakukan observasi, penulis sudah izin secara resmi untuk melakukan observasi di kelas. Prosesnya sangat mudah, karena penulis sudah mengenal beberapa guru yang mengajar disana, dan sasaran kelasnya adalah kelas 3 dengan mata pelajaran PPKN , Penulis pernah  mengajar mata pelajaran tersebut dikelas 3 dan selain itu menurut penulis mengamati perilaku Agresif  pada mata pelajaran sosial lebih mudah tanpa harus setting metode kepengajaran.
                Tiba saatnya pada hari penulis melakukan observasi. Pada hari pertama observasi, penulis menemui Ibu Nely di ruang guru terlebih dahulu kemudian bersama-sama menuju ke ruang kelas Ruang Sumber. Kebetulan ruangannya terletak pada gedung Timut dan berada di lantai 1 ruangan sebelah kantor kepala Sekolah. Gedung tersebut masih tergolong baru karena jenis bangunannya sudah mengikuti model minimalis zaman terbaru. Jendela dan kaca terbuat dari aluminium . tu Ac Didalam ruangan yang berukuran kurang lebih seluas 7 x 8 meter, terasa cukup dan nyaman untuk ditempati sejumlah 3 anak kelas 2, 6 Siswa Kelas 3,6 Anak kelas 4, 6 Anak Kelas 5 dan 6 anak kelas 6, total keseluruhan 27 siswa.Antara kelas 2 dan 3 menjadi satu, kelas 4 dan 5 menjadi satu dan kelas 6 sendiri diberi sekat spanduk yang ditempel dipapan white board Perabotan belajar seperti bangku kayu sudah disediakan sesuai jumlah siswa dengan ditambah 1 bangku kosong diujung kiri paling belakang. Dibagian depan terdapat 1 meja dan kursi kayu untuk bapak / ibu guru yang mengajar.
Kebutuhan lainnya yang juga terdapat didalam ruangan tersebut, seperti 3 papan tulis whiteboard dan dua mading yang berada di dinding samping kanan depan dan dinding paling belakang. Dibagian atas papan tulis terdapat lambing Negara Burung Garuda yang diapit oleh Bapak Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla. Diatasnya lambing Negara tersebut agak serong mendekati foto wakil Presiden,  Dibagian kanan papan tulis tertempel sebuah kalender gantung yang cukup besar yang ditumpuk dibagian atasnya dengan jam dinding. Tambahan lainnya terdapat tempelan-tempelan kertas yang berisi jadwal piket siswa selama satu minggu.
Barang-barang lainnya yang juga berfungsi sebagai pendukung belajar seperti 3 kipas angin dan1 AC juga tersedia di ruangan tersebut. Letaknya ditempel ditembok bagian atas di dinding dekat masing kelas dan Ac menempel didekat ruangan kelas 6.
Dalam proses observasi dikelas tersebut penulis duduk dikursi paling belakang dengan sikap hanya mengamati, mencatat dan merekam proses belajar, tanpa melakukan intervens apapun didalam kelas. Mejanya berbentuk persegi panjang dan setiap hari anak bebas memilih tempat duduk.
Selama observasi hari pertama, penulis benar-benar mengamati secara 1 jam pelajaran dengan menggunakan 8 item sub-indikator untuk mengamati perilaku aagresif siswa-siswi kelas  3 SDN KEmayoran 2 Surabaya. Awalnya penulis menggunakan butir-butir sub-indikator sejumlah 12 item..
Seperti yang sudah penulis laporkan hasilnya dalam table diatas, telah diperoleh data yang penyebarannya tidak merata. Dan setiap subyek penelitian hanya memenuhi beberapa bagian item saja dari 12 item diatas. Sehingga agar mempermudah pembacaan perilaku assertive dalam kegiatan belajar mengajar, perlu dibuat suatu standart untuk menentukan perilaku assertive siswa ada yang tinggi dan ada yang rendah.
Penentuannya adalah sebagai berikut :
 Ada lima tingkatan menurut Suharsimi Arikunto (2009:156)..
 Kriteria Kemunculan Anak Menampilkan Tingkah Laku Agresif
1. Kriteria sangat baik <21%
2. Kriteria baik 21% - 40%
3. Cukup   41% - 60%
4. Kurang  61% - 80%
5. Kurang sekali 81% - 100%
Kriteria Kemunculan Anak Menampilkan Tingkah Laku Agresif
Table 1.5 Standart perilaku agresif
No
Kriteria
Jumlah anak dalam persen

1
.Kriteria sangat baik
<21%
2
 Kriteria baik
21% - 40%
3
 Cukup  
41% - 60%
4
 Kurang 
61% - 80%
5
Kurang sekali
81% - 100%
               
Terkadang tidak semua siswa secara merata memenuhi dalam tiap-tiap item, ada beberapa siswa yang aktif disalah satu item dan bahkan bisa berkali-kali memenuhi item tersebut, namun item selainnya masih kosong. Hal ini penulis hitung secara total kebawah, setiap siswa akan mendapati total item yang kemudian dapat dimasukkan dalam kategori yang sesuai pada table standart perilaku assertive diatas.
Berdasarkan hasil pengkategorian perilaku agresif  yang dimiliki oleh siswa kelas 3 SDN Kemayoran 2 Surabaya pada konteks observasi hari pertama diatas, yaitu siswa yang memiliki perilaku Agresif“Tinggi” ada 3 siswa. Siswa yang memiliki perilaku assertive “Cukup tinggi” ada  siswa. Kemudian siswa yang memiliki perilaku assertive “Sedang” ada 1 siswa. Selanjutnya siswa yang memiliki perilaku assertive “Rendah” ada 18 siswa. Dan kategori terakhir bagi siswa yang “Tidak ada” atau tidak memiliki perilaku assertive ada 3 siswa. Siswa yang tidak masuk ada 5 siswa. Adapun rinciannya penulis sajikan dalam bentuk table dibawah ini.
 Hasil observasi perilaku Agresif siswa 3  pada hari pertama
                Materi “PPKN;      Pengajar pak Nely;      Tanggal  3 November   2016

Nama Siswa
1
2
3
4
5
6
Jumlah Item siswa
16
7
2
2
8
Kesimpulan kategori
41 (68%)
CuKup
19(3,1%)
Baik
25(4,1%)
Baik
2(0,3%)
Sangat Baik
8(1,3%)
Sangat Baik
 Siswa tidak masuk












Pada observasi hari kedua, penulis mengamati pada kelas yang sama namun waktu, pengajar dan mata pelajarannya berbeda. Adapun data perilaku assertive siswa adalah sebagai berikut :
 
Hasil observasi perilaku Agresif siswa 3  pada hari kedua
                Materi “PPKN;      Pengajar pak Nely;      Tanggal  3 November   2016
kedua
                 Pelajaran Bahasa Indonesia;         Pengajar pak Teguh;        Tanggal 25 oktober 2016

Tabel  1 Observasi Pertama “Jotted Notes : Observasi perlaku Assertive pada siswa-siswi Kelas 3
Mata Pelajaran PPKN     Nama Guru  N  Tanggal 3 November 2016
cc
Indikator
Sub Indikator
Nama Siswa
1(r)
2(n0)
3(v)
4(f)
5(p)
6(na)
1
Agresivitas fisik
a. Anak memukul
1
2
0
0
1
0


b. Anak mendorong
1
1
1
0
1
0


c. Anak berkelahi
2
1
1
0
1
0


d. Anak merusak barang
2
0
0
0
1
0


e. Anak mencubit
2
1
1
0
0
0
2
Agresivitas verbal
a. Anak mencaci dan memaki
2
1
1
0
1
0


b. Anak menghina/mengejek
1
1
0
0
0
0


c. Anak berkata kotor
1
2
1
0
1
0


d. Anak mengancam
1
0
1
0
0
0
3
Agresivitas pasif
a. Menolak bicara
2
2
0
1
0
0


b. Bungkam
3
1
1
0
0
0


c. Tidak perduli
3
1
0
1
1
0
Jumlah Total
21
14
7
2
6
0




Nama Siswa
1
2
3
4
5
6

Jumlah Item siswa
17
14
7
2
6
0

Kesimpulan kategori
21
Sangat Baik
14
Sangat Baik
7
Sangat Baik
2
Sangat Baik
6
Sangat Baik
0
Sangat Baik

 Siswa tidak masuk
Berdasarkan hasil pengkategorian perilaku assertive yang dimiliki oleh siswa kelas X IPS3 pada konteks observasi hari kedua diatas, yaitu siswa yang memiliki perilaku assertive “Tinggi” ada 1 siswa. Siswa yang memiliki perilaku assertive “Cukup tinggi” ada 7 siswa. Kemudian siswa yang memiliki perilaku assertive “Sedang” ada 12 siswa. Selanjutnya siswa yang memiliki perilaku assertive “Rendah” ada 10 siswa. Dan kategori terakhir bagi siswa yang “Tidak ada” atau tidak memiliki perilaku assertive ada 1 siswa. Siswa yang tidak masuk ada 1 siswa.


KESIMPULAN

Pada observasi hari pertama dan hari kedua, diperoleh hasil yang berbeda. Ada banyak faktor yang membedakan observasi dilakukan yaitu dari segi waktu pelaksanaan observasi, faktor pengajar dan jenis mata pelajaran, mood siswa dll. Namun dalam hal ini penulis tidak hendak menganalisa penyebab perbedaan kedua hasil observasi tersebut.
Observasi hari pertama
Observasi hari kedua
Tinggi
2
6.25%
Tinggi
1
3.13%
Cukup Tinggi
3
9.38%
Cukup tinggi
7
21.88%
Sedang
1
3.13%
Sedang
12
37.5%
Rendah
18
56.25%
Rendah
10
31.25%
Tidak ada
3
9.38%
Tidak ada
1
3.13%
Yang Tidak masuk
5
15.63%
Yang Tidak masuk
1
3.13%
32
100%
32
100%

                Dari total 32 siswa dalam kelas X IPS 3, kesimpulan hasil observasi yang dikumpulkan oleh penulis pada hari pertama menunjukkan bahwa, perilaku assertive siswa kelas X IPS 3 banyak yang rendah, yaitu terdapat 18 siswa dari 32 siswa yang memiliki perilaku assertive “Rendah” atau sekitar 18/32x100% = 56,25 %.
                Dan pada observasi hari kedua, dari total 32 siswa dalam kelas X IPS 3, diperoleh kesimpulan bahwa siswa yang memiliki perilaku assertive “Rendah” ada 10 siswa atau sekitar 10/32 x 100% = 31,25 % dan yang memiliki perilaku assertive “sedang ada 12 siswa atau sekitar 12/32 x 100% = 37,5%. Kesimpulannya perilaku assertive siswa kelas X IPS 3 pada hari kedua lebih banyak yaitu ketika mata pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung, dibandingkan dengan perilaku assertive siswa kelas X IPS3 pada hari pertama ketika mata pelajaran Geografi berlangsung.
               
SARAN
Menurut penulis dalam penelitian ini, sebenarnya sudah dilakukan dengan sangat baik. Namun lebih baik lagi jika penelitian observasi ini dilakukan lebih dari 2x, dilakukan pada mata pelajaran dan pengajar yang sama, serta waktu mata pelajaran yang sama pula. Sebab observasi pertama dilakukan siang hari, dan observasi kedua dilakukan pagi hari. Perbedaan waktu ini kemungkinan dapat mempengaruhi mood siswa dalam melakukan perilaku assertive dikelas.
Selain itu, konsultasi dengan para ahli mengenai teori assertive haruslah ditambah jumlah konsultasinya. Agar mendapat masukan yang baik sebelum melakukan observasi di lapangan.

REFLEKSI
                Perilaku assertive sangatlah baik untuk ditanamkan pada generasi bangsa ini. Penulis selaku orang yang sedang dalam proses belajar, ingin memiliki perilaku assertive agar lebih maksimal dalam proses pembelajaran dan perolehan ilmu yang bermanfaat. Kendala mental, menghadapi senior atau karakter yang lebih superior terkadang dapat membatasi perilaku assertive penulis. Padahal rugi sekali jika tidak dapat mengungkapkan secara tegas dan jujur hal-hal yang ingin ditanyakan, ingin didiskusikan dan lain-lain. Selain itu kesempatan waktu dan awareness dari pendamping belajar, menurut penulis tak semuanya dapat men-support atau memberi kesempatan untuk meningkatkan mental sebagai seorang pembelajar. Dimana pembelajar sangatlah wajar untuk berbuat kesalahan, sebab yang lebih penting adalah bagaimana menyikapi kesalahan tersebut agar tidak terulang kembali dikemudian hari. Dan pada saatnya nanti ketika action dilapangan nyata, lulusan pembelajar sudah siap menerapkan ilmu untuk pembangunan bangsa ini menjadi lebih baik lagi. 


DAFTAR PUSTAKA
Hayati Nur. ND. STRATEGI PENINGKATAN PERILAKU ASERTIF ANAK USIA DINI MELALUI PEMBELAJARAN BERMAIN PERAN.
Karyanti; Adi; Immanuel. Keefektifan Pelatihan Keterampilan Asertif Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Siswa Korban Bullying di SMA. Jurnal Pendidikan Humaniora Vol. 3 No. 2, Hal 116-121, Juni 2015. Journal.um.ac.id/index.php/jph
Ridley, ShaneAssertiveness - fine in theory, difficult in practice. AIMS Journal, 2005, Vol 17 No 4.
            aims.org.uk/?Journal/Vol17No4/assertiveness
Sikone, Stefen. 2006. Menanamkan Sikap Asertif di sekolah. Tengaran : groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/2400
Smith, Manuel. 1975. When I Say No, I Feel Guilty
Vivi; Pramadi. Pelatihan asertivitas dan peningkatan perilaku asertif pada siswa-siswi SMP. Jurnal Psikologi.
Anima, Indonesia Psychological Journal, 2005, Vol. 20, No 2, 149-168


.